Bagaimana Harry Potter Menginspirasi Iman Usman Menjadi Entrepreneur

Nadine Freischlad
Nadine Freischlad
9:06 am on January 29, 2016

Agak sulit menemukan kantor RuangGuru. Letaknya berada di jalan Tebet Raya, Jakarta, dan berada di dalam sebuah ruko.

Ruangguru-office-Tebet

Kantor RuangGuru bertempat di ruko berwarna kuning yang berdiri diantara kantor agen perjalanan dan kantor Telkomsel.

Meski belum lama ini meraih putaran pendanaan seri A berjumlah 7 digit, kantor startup ini tetap sederhana. Bangunannya malah hampir tidak cukup menampung jumlah staf yang sudah sebanyak 60 orang.

CEO sekaligus Co-Founder RuangGuru, Iman Usman, mendirikan RuangGuru pada tahun 2013 bersama sahabatnya, Belva Devara. Kini, RuangGuru adalah satu dari sedikit startup edtech di Asia Tenggara yang telah memperoleh tahap pendanaan Seri-A. RuangGuru memiliki peluang yang bagus untuk menjadi startup ternama di Indonesia tahun ini, dan mereka memiliki ambisi tersendiri.

Tiga faktor yang tampaknya berhasil mendukung kehadiran startup ini adalah pasar yang luas, investor yang tepat, dan pendiri yang luar biasa.

Baca juga: Dengan Investasi Seri-A, Ruangguru Berambisi Menjadi Pemimpin Layanan Pendidikan di Asia


Berawal dari mencari guru privat, berakhir dengan gagasan bisnis

Iman Usman, co-founder RuangGuru yang baru menginjak usia 24

Iman Usman, co-founder RuangGuru yang baru menginjak usia 24.

Iman, yang baru berumur 24 tahun, memaparkan kisah sederhana bagaimana awal mula ia dan Belva mendirikan RuangGuru. Keduanya berkesempatan melanjutkan pendidikan ke USA. Untuk mempersiapkan tes yang akan mereka hadapi, mereka mencoba mencari guru privat online yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam proses pencariannya, mereka menyadari bahwa pasar ini tak beraturan dan tak efisien.

Hanya sedikit tempat bimbingan belajar yang terdaftar di Indonesia, dan tiga tempat bimbel ternama di Indonesia hanya memiliki sekitar 200.000 hingga 300.000 siswa yang bergabung. Sedangkan Iman tahu bahwa secara keseluruhan di Indonesia ada 60 juta anak-anak dan remaja yang masih bersekolah. Dari sini ia sadar bahwa ada pasar yang luas dan belum terjamah untuk ia gali.

Sehingga muncul gagasan untuk membangun marketplace bagi guru privat. Nantinya, marketplace ini akan menjembatani pencarian antara siswa dan guru privat, membuat prosesnya menjadi lebih transparan dengan cara pemberian rating dan review, dan mempermudah prosedur pembayaran.

Selanjutnya, ada kisah panjang yang mewarnai perjalanan Iman yang kini memimpin startup edtech. Ia tak begitu saja dilahirkan sebagai wirausahawan. Ada kisah yang patut untuk diceritakan, sebab kisah ini mampu menyadarkan para orang tua dan calon wirausahawan bahwa inspirasi bisa datang dari mana saja—bahkan dari tempat yang mereka anggap paling “konyol” sekalipun.

Sentuhan magis

Iman bisa dibilang merupakan anak yang spesial. Ia sudah mulai menulis blog sejak masih duduk di bangku SD. Pada usia 10 tahun, ia meluncurkan organisasi nirlaba pertamanya (mengajar teman sebaya tanpa memungut biaya). Saat ia menapaki jenjang SMP, ia mulai menjalankan bisnis online pertamanya.

Tahun-tahunnya selama berseragam sekolah dan duduk di bangku kuliah, Iman lewati dengan gelimang pencapaian dan penghargaan atas kepemimpinannya dalam gerakan kepemudaan serta kesuksesan akademisnya. Ia melanjutkan program pascasarjana di Columbia University dengan beasiswa penuh. Ia gunakan beasiswa itu untuk mengejar gelar S2 di bidang pendidikan.

Kamu pasti berpikir kalau anak seperti Iman dibesarkan di lingkungan akademis yang berprestasi dan berorientasi global, justru sebaliknya. Iman tumbuh besar di kota Padang, Sumatera Barat, jauh dari hiruk-pikuk ibukota Indonesia, Jakarta. Ia satu-satunya anak laki-laki dan juga anak bungsu dalam keluarganya yang terdiri dari enam anak. Kedua orang tuanya tak mengenyam pendidikan kuliah. Lingkungan dan didikan yang ia peroleh tergolong tradisional dan sederhana.

Ada hal yang memantik diri Iman ketika ia masih berusia belia. Hal itu adalah internet.

“Rasanya menggelikan, orang-orang selalu menduga bahwa saya terinspirasi oleh tokoh tertentu,” ia tertawa. “Namun, sesungguhnya tidak demikian.”

Padang-architecture

Kampung halaman Iman di Padang, Sumatera Barat.

Alih-alih bertanya kepada seorang mentor atau guru, perspektif dan ambisi Iman saat ini, awalnya berkembang lewat dedikasinya dalam menekuni hobi yang tak disukai orang tuanya. Iman kecil adalah penggemar Harry Potter “garis keras.” Ia habiskan berjam-jam waktunya untuk berselancar di dunia maya, chatting dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia di komunitas Harry Potter, dan memainkan game yang merupakan adaptasi dari novelnya.

Ia paksa dirinya untuk belajar Bahasa Inggris secara otodidak karena ia tak sabar menunggu buku terjemahan novel tersebut yang tak kunjung keluar. Berkat Harry Potter jugalah Iman menemukan passion untuk mengajar.

Dalam sebuah game tentang sekolah yang berisi para penyihir fiksi yang terkenal, Hogwarts, ia meningkatkan level permainannya. Dari yang semula berperan sebagai murid, hingga kemudian mengajar sebagai profesor Astronomi. Game ini juga menjadi bagian dari kisah perjalanannya selama lima tahun.

Saya ingin orang lain memandang saya dan keluarga saya dengan cara yang berbeda.

Iman tertawa mengingat kembali bagaimana tergila-gilanya ia pada Harry Potter, namun ia tak menyangkal bahwa novel tersebut membawa pengaruh besar bagi dirinya. Persahabatan, keberanian, dan kemauan untuk belajar—itulah nilai-nilai yang ia serap selama berkelana di dunia fantasi. Kemampuan sosial dan akademisnya lah yang berhasil menghadirkan nilai-nilai tersebut ke dunia nyata.

“Saya ingin orang lain memandang saya dan keluarga saya dengan cara yang berbeda. Saya ingin tunjukkan bahwa pendidikan merupakan kendaraan dalam meraih impian,” ujarnya mantap.

Baca juga: EdTech Indonesia Ingin Percepat Perkembangan Mobile learning di Indonesia

Meningkatkan edukasi publik

Iman berjuang meningkatkan taraf hidupnya lewat pendidikan, namun hasratnya untuk meningkatkan sistem pendidikan di negara ini tak berhenti di sana.

“Saya salah seorang yang mengkritisi jalannya pendidikan di Indonesia,” katanya.

Memang benar, Indonesia terkenal akan performanya yang rendah dalam peringkat pendidikan global, contohnya adalah studi PISA (Programme for International Student Assessment).

“Dalam studi PISA, kita menempati peringkat ke-64. Kita tertinggal dari banyak negara Asia lainnya. Namun dari 60 juta siswa yang terdaftar, kami menempati urutan keempat sebagai negara dengan sistem pendidikan terbesar di dunia,” imbuh Iman.

Ia merupakan salah seorang yang mendukung gagasan bahwa pendidikan adalah hak publik dan seharusnya gratis bagi semua orang. Namun ia juga meyakini bahwa kualitas guru yang ada saat ini belum mencukupi. Oleh karena itulah para orang tua harus memberikan pilihan pelajaran ekstrakurikuler untuk mengisi kekurangan tersebut.

two-girls-schooluniform

Dua gadis yang tersenyum manis dalam balutan seragam sekolah yang sempat saya abadikan gambarnya.

“Saat siswa tak merasa mendapatkan pendidikan yang berkualitas di sekolah umum, mereka mencari sumber pendidikan lain di luar sekolah. Siswa juga sangat tertekan saat akan menghadapi ujian. Wajar jika mereka menginginkan waktu belajar tambahan. Itu hal yang lumrah dilakukan oleh siswa di Asia. Cina dan Singapura juga demikian,” ucap Iman.

Baca juga: Tes.ruangguru.com, Platform Belajar Ujian Online Gratis dari RuangGuru

Model bisnis RuangGuru

Karena pendidikan yang diajarkan oleh guru di sekolah umum kurang berkualitas, guru privat menjadi begitu diminati.

“Para siswa beranggapan kalau yang namanya guru biasanya sudah tua dan cenderung membosankan dalam mengajar. Saat mereka mencari guru privat, mereka ingin guru yang usianya lebih muda dari guru pada umumnya, sehingga mereka dapat dengan mudah berdiskusi dengannya,” sahut Iman.

Siswa yang terdaftar di RuangGuru dapat memesan paket bimbingan tertentu. Paket reguler biasanya berisi delapan jam. Biayanya Rp100 ribu per jam. Pertemuan pertama tidak dikenakan biaya, dan selanjutnya siswa dapat memutuskan apakah mereka ingin melanjutkan dengan pengajar saat itu atau mencari pengajar yang lain.

Pelajaran yang paling banyak peminatnya, ungkap Iman, adalah matematika, selanjutnya disusul Bahasa Inggris. Permintaan dari kedua pelajaran itu saja mencakup 65 persen pasar mereka. Guru privat di RuangGuru juga mengajar banyak hal lainnya. Jika pelajaran tertentu belum ditawarkan oleh 24 ribu guru privat yang telah terdaftar, siswa dapat mengajukan permintaan.

RuangGuru mengambil 20 persen dari setiap nilai transaksi. Sehingga, jika misalkan satu siswa membayar Rp800 ribu per paket, RuangGuru mengambil Rp160 ribu dan sisanya diserahkan kepada guru privat yang bersangkutan.

Menurut Iman, di lembaga bimbingan pada umumnya, guru privat hanya memperoleh pendapatan sebesar 40 hingga 60 persen dari uang yang dibayarkan oleh siswa. Namun, pendapatan RuangGuru saat ini masih dirahasiakan.

Jika siswa dan guru privat merasa cocok dan memperoleh hasil pembelajaran yang diinginkan dalam dua pertemuan pertama, siswa didorong untuk berlangganan secara reguler.

Sebagai seorang guru privat, kamu bukan hanya mengajar dan menyampaikan pelajaran kepada siswa. Namun kamu juga menjadi pembimbing mereka.

Iman mengungkapkan bahwa retention rate mereka, yaitu saat seorang siswa yang mencoba suatu paket pembelajaran merasa cocok dan kemudian memutuskan berlangganan, sangat tinggi, yaitu 70 persen.

Perusahaan yang menjadi model bisnis RuangGuru adalah edtech asal Cina TutorGroup, yang baru-baru ini menyandang status sebagai startup unicorn. Retention rate di TutorGroup, masih menurut Iman, adalah 95 persen. Dan mereka mengenakan biaya berlangganan sebesar $25.000 (sekitar Rp345 juta) per tahunnya.

Lebih dari sekadar marketplace

Produk utama yang ditawarkan oleh RuangGuru adalah bimbel secara privat, namun mereka telah berkembang pesat di ranah teknologi pendidikan.

Ruangguru-Customer-service-department

Ruang bagian layanan konsumen.

Di penghujung bulan Maret nanti, Iman berharap perusahaannya dapat menyelesaikan transformasi teknis yang nantinya akan menyempurnakan aplikasi mobile mereka, termasuk juga peluncuran fitur baru. Iman menjelaskan produk tersebut sebagai jawaban berbasis on-demand.

Siswa dapat memotret soal yang sedang mereka hadapi, contohnya salah satu soal pekerjaan rumah mereka, dan mengirimkannya lewat aplikasi kapanpun mereka mau. Algoritma pencocokan mencari guru privat yang mungkin dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi siswa tersebut, dan mengirimkan notifikasi.

Guru privat dan siswa nantinya dapat melanjutkan diskusi lewat chatting untuk menyelesaikan masalah besama-sama. Biaya dihitung per menit. Iman mengatakan bahwa dalam percobaan yang dilakukan RuangGuru, rata-rata waktu yang dihabiskan untuk memecahkan permasalahan adalah enam hingga sepuluh menit.

Elemen penting lainnya yang dimiliki RuangGuru adalah pertumbuhan platform persiapan ujian mereka. Siswa dapat melakukan persiapan ujian, seperti tes TOEFL, dengan menyelesesaikan soal-soal secara online. Ada juga tes persiapan ujian nasional atau UN yang diadakan setiap tahun.

Memperluas platform tes online adalah cara Iman untuk berkontribusi bagi lemahnya sistem pendidikan di Indonesia, sebab platform itu bukan hanya diciptakan untuk menguji siswa, namun juga guru.

“Sekolah begitu fokus dalam mempekerjakan guru. Namun kita perlu mencari cari bagaimana mengevaluasi kinerja mereka,” katanya.

Dengan menciptakan sarana tes online bagi guru, Iman yakin, RuangGuru dapat membantu pemerintah untuk mengetahui mana guru yang belum terlatih dengan baik sejak awal dan memantau perkembangan mereka.

Menawarkan layanan persiapan ujian secara cuma-cuma adalah cara yang efektif bagi RuangGuru dalam meyakinkan pemerintah untuk mencoba layanan mereka. Kerja sama dengan pemerintah dapat membantu RuangGuru untuk meningkatkan cakupan pasar yang lebih luas, pengguna yang baru, dan kredibilitas.

Investasi dari Venturra

Dengan marketplace bimbel mereka, platform tes, dan pemecahan soal masalah secara on-demand, RuangGuru menjadi tempat yang begitu unik di lingkungan edtech di Indonesia. Startup lain sedang mencoba solusi kolaborasi online, komunikasi antar guru dan orang tua, atau kursus online.

classroom-indonesia

Potret pendidikan di wilayah Timur Indonesia, Flores.

Cara pendekatan RuangGuru terhadap pendidikan di Indonesia, dengan model bisnis yang sudah teruji, pasti menjadi alasan kuat mengapa Venturra Capital yakin untuk memberikan investasi Seri-A berjumlah tujuh digit ke rekening perusahaan ini pada bulan Desember lalu.

Angka pastinya tak diungkap ke publik, namun menurut Stefan Jung, salah satu partner mereka, rata-rata investasi yang Venturra tanam ada di kisaran angka $2 juta (sekitar Rp27,5 miliar) hingga $5 juta (sekitar Rp68,7 miliar.

Venturra Capital merupakan VC yang usianya relatif baru dan berfokus di Asia Tenggara. VC ini terhubung dengan Lippo Group, konglomerat Indonesia. Salah satu partner Venturra adalah John Riady, direktur Lippo Group.

Namun menurut Iman, keputusan untuk memberikan pendanaan kepada RuangGuru tidak serta merta dilakukan begitu saja. Bahkan, kata Iman, partner Venturra bernegosiasi dengan RuangGuru dalam waktu yang cukup lama, saat mereka masih menjadi bagian dari perusahaan awal Venturra, yaitu Lippo Group Digital Ventures. Orang yang memimpin negosiasi tersebut adalah Rudy Ramawy, yang kebetulan sudah akrab dengan RuangGuru.

Iman juga telah menjalin hubungan baik dengan John Riady. Keduanya adalah bagian dari salah satu komunitas yang didirikan oleh World Economic Forum, yaitu Global Shapers. Keluarga Riady memiliki peran penting bagi iman, karena berkat beasiswa dari mereka Iman dapat melanjutkan pendidikan ke Amerika Serikat.

Lippo Group memiliki cabang usaha dalam berbagai sektor. Di antaranya adalah properti, rumah sakit, ritel, dan pendidikan. Lippo adalah pemilik sekolah dan universitas Pelita Harapan, yang menurut Iman adalah jaringan pendidikan terbesar di Indonesia.

“Mereka bersikap pragmatis terhadap valuasi, mereka cocok dengan kemauan kami,” ujar Iman saat menjelaskan kenapa ia dan Belva memilih untuk bekerja sama dengan Venturra.

“Dengan menjalin hubungan bersama Lippo, kami melihat bahwa mereka dapat memberi sesuatu yang lebih daripada uang. Kami dapat saling membantu dalam berbagai aspek. Mereka dapat membantu kami dengan investasi selanjutnya serta dalam mencari koneksi,” katanya.

Kami beruntung, kini banyak VC yang tak hanya mencari startup e-commerce. Mereka mencari gagasan baru, unik serta dengan berisikan tim yang baik.

Iman juga mengatakan kalau dia terkesan dengan tingkat pemahaman yang dimiliki oleh tim dari Venturra terhadap sektor pendidikan serta keunikan karakteristiknya di Indonesia—kualitas yang ia anggap tak dimiliki oleh investor lain yang mengungkapkan ketertarikannya kepada RuangGuru. Dan ada banyak investor yang seperti itu.

“Kami telah berdiskusi dengan banyak VC. Kami beruntung, kini banyak VC yang tak hanya mencari startup e-commerce. Mereka juga mencari gagasan baru, unik serta dengan berisikan tim yang baik,” ujar Iman.

Dengan semakin dekatnya waktu peluncuran platform dan aplikasi mereka, RuangGuru siap melebarkan sayapnya di Indonesia dan tak menyangkal ingin berekspansi ke berbagai wilayah jika semua hal berjalan semestinya.

“Tahun 2016 ini, sebisa mungkin kami ingin hadir di banyak kota,” kata Iman. “Saat ini kami telah hadir di 70 persen wilayah yang ada di Jakarta. Dengan platform tes dan kerja sama dengan pemerintah, kami berharap dapat memperluas layanan kami di semua kota, di semua pulau yang ada di Indonesia. Sebab, persiapan ujian berlaku di seluruh Indonesia. Berurusan dengan pemerintah bisa melelahkan, tetapi ini sepadan dengan hasilnya.” tutupnya.

Baca juga: [Update] Kumpulan Startup Pendidikan di Indonesia

(Diterjemahkan oleh Faisal Bosnia Ahmad dan diedit oleh Fadly Yanuar Iriansyah)


Replies
Scroll ke bawah untuk artikel selanjutnya.